Minggu, 22 Juni 2025

RENCANA DOA

Di waktu petang, pagi dan tengah hari aku cemas dan menangis (Mazmur 55:18)


Saya mempunyai janji dengan dokter gigi untuk memeriksakan dan membersihkan gigi saya. Saya merasa yakin bahwa kondisi gigi dan gusi saya bagus karena saya membersihkannya setiap pagi dan menyikatnya dua atau tiga kali setiap hari. Saya telah memasukkan aktivitas tersebut dalam jadual saya sehari-hari.

Harus saya akui bahwa hal itu tidak saya lakukan setiap hari. Saya sadar bahwa saya harus memberi perhatian lebih terhadap kesehatan gigi saya dan saya memang bermaksud demikian. Tetapi saya jarang melakukannya karena saya tidak berencana untuk itu. Hasilnya: timbul penyakit gusi yang membuat saya harus menjalani operasi besar yang tidak mengenakkan. Saya tak akan membiarkan hal itu terjadi lagi!

Banyak hal dalam hidup ini serupa dengan pengalaman di atas, termasuk hal berdoa. Orang-orang Kristen yang dewasa secara rohani tahu bahwa jika mereka tidak berencana untuk berdoa, maka hal itu tidak akan terlaksana. Daniel menyediakan waktu khusus untuk berdoa (Daniel 6:11). Dan, Daud mengikuti suatu jadual doa, seperti yang ditunjukkan dalam Mazmur 55:18.

Saya sadar bahwa mengikuti suatu rencana yang terprogram saja tidak menjamin terlaksananya doa secara efektif. Saya juga tahu bahwa hal itu dengan mudah dapat menjadi formalitas yang kaku. Meskipun demikian, kita harus memikirkan sebuah rencana doa, dan setia menjalankannya. Jika tidak, maka meski kita bermaksud untuk berdoa, akhirnya kita akan mendapati diri kita sangat jarang berdoa.

Kegagalan untuk membina kebiasaan rohani yang baik akan mengakibatkan kesehatan rohani yang buruk. Rencanakanlah untuk berdoa! --DCE

RENCANAKANLAH DOAMU, LALU DOAKANLAH RENCANAMU

* Take from Renungan Harian 

Sabtu, 21 Juni 2025

BUKAN SEBAGAI KORBAN

Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ ... berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" (Yohanes 5:6)


Cacat seumur hidup yang diderita David Gelernter bermula saat ia membuka sebuah paket yang meledak, kiriman seorang laki-laki yang tidak dikenal sebagai pembom. Namun David tidak mau memandang dirinya sebagai korban yang tak berdaya atau tenggelam dalam sikap mengasihani diri sendiri. Gelernter menulis, "Bila Anda mendorong seseorang untuk melihat dirinya sebagai korban dari sesuatu, seperti kejahatan, kemiskinan, kefanatikan, atau ketidakberuntungan, maka sesungguhnya Anda sedang membuatnya semakin menderita."

Kecenderungan untuk melihat diri sendiri sebagai korban dari ketidakadilan hidup sedang meluas akhir-akhir ini. Mudah bagi kita semua untuk merasa bahwa ketidakberuntungan telah menghilangkan kesempatan atau kemauan untuk mencapai cita-cita kita.

Saya sering merenungkan pertanyaan yang diajukan Yesus kepada seorang pria yang berbaring di tepi kolam Betesda: "Maukah engkau sembuh?" (Yohanes 5:6). Jawaban laki-laki tersebut di sambut dengan perintah Kristus: "Bangunlah, angkatlah tilammu, dan berjalanlah" (ayat 8).

Karena kita hidup di dunia yang telah rusak oleh dosa, maka kita akan mengalami ketidakadilan. Mungkin ada banyak hal yang tak dapat kita ubah. Berbagai rintangan tidak teratasi hanya oleh tindakan iman kita. Jadi, apa yang Tuhan ingin kita lakukan terhadap keadaan-keadaan yang mungkin dapat melumpuhkan kita? Dengarkanlah pertanyaan yang dilontarkan-Nya kepada laki-laki di kolam tadi, "Maukah engkau sembuh?" Lalu berharaplah pada kekuatan-Nya dan lakukan sesuatu pada hal-hal yang dapat Anda ubah --DCM


KITA TIDAK PERLU MENJADI KORBAN KARENA KRISTUS ADALAH PEMENANG

* Take from Renungan Harian